Wajar Ga Sih Kalau Bosan dengan Conference Call?

Tak ada yang bisa menggantikan interaksi langsung. Namun, sejak terjadinya pandemi virus corona, kita semua seolah dipaksakan untuk beralih pertemuan secara virtual. Awalnya semua orang antusias dengan cara baru – melakukan conference call atau video call selama swakaratina. Frekuensi ajakan panggilan virtual itu meningkat dibandingkan sebelum adanya pandemi melanda.
Mulai dari ajakan video call dengan kerabat dekat guna mengobati kerinduan selama masa swakaratina, kelas online yang mewajibkan seluruh pelajar belajar dari rumah masing-masing, sampai conference call pekerjaan. Intensitas panggilan video call yang rutin dilakukan hampir setiap hari, menyebabkan sebagian orang merasa letih dan bosan bila dibandingkan dengan bertemu langsung di sekolah, kampus, ataupun kantor.
Belum lagi panggilan video yang sering mengalami kendala teknis, seperti masalah sinyal sehingga menyebabkan koneksi terputus-putus. Banyak orang muak dengan panggilan video yang seringkali membuat sakit kepala bahkan sampai merusakan momen.
Kemudian muncul istilah Zoom Fatigue yang mengacu pada kelelahan karena melakukan video conference secara rutin melalu aplikasi video conference populer, Zoom. Dikutip dalam wawancara BBC Worklife dengan Gianpiero Petriglieri, seorang professor di Insead, menjelaskan mengenai Zoom fatigue, bahwa melakukan panggilan video membutuhkan lebih banyak fokus daripada obrolan tatap muka.
Obrolan video berarti perlu bekerja lebih keras untuk memproses isyarat non-verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh. Tuntutan untuk lebih fokus ini mengonsumsi banyak energi.
"Anda tidak dapat bersantai, seperti ketika dalam percakapan tatap muka," ujar Gianpiero.
Ia juga menambah ada faktor lain, seperti jeda yang terjadi antar percakapan. Diam menciptakan ritme alami dalam percakapan kehidupan nyata. Namun, ketika itu terjadi dalam panggilan video, hal itu membuat kita menjadi cemas.
Selain itu, Marissa Shuffler, seorang profesor di Universitas Clemson, yang mempelajari kesejahteraan di tempat kerja dan keefektifan kerja tim, menjelaskan ada faktor lain yaitu jika kita secara fisik menggunkan kamera, kita sangat sadar sedang diawasi.
“Ketika Anda berada di konferensi video, Anda tahu semua orang melihat Anda; Anda berada di atas panggung, jadi datanglah tekanan sosial dan perasaan seperti Anda perlu tampil dengan baik. Menjadi performatif itu menegangkan dan lebih menegangkan,” katanya.